Monday, 4 September 2017

Masih Ingatkah dengan Kenduren atau Kenduri

Dalam adat masyarakat jawa banyak upacara adat yang dilakukan, namun upacara adat ini sekarang banyak yang tergilas jaman. Didaerah perkotaan mungkin saat ini sudah tidak mengenal dengan berbagai upacara adat yang oleh sebagaian masyarakat masih di lakukan, terutama untuk daerah pedesaan. Sebenarnya upacara adat ini bertujuan untuk bersyukur kepada yang Maha Kuasa atas nikmat yang telah di berikan Nya dan juga untuk memohon keselamatan dan kesuksesan hajat yang akan mereka laksanakan. Salah satu upacara adat adalah kenduri atau kenduren. Kenduren ini dihadiri oleh para keluarga dan tetangga, yang dipimpin oleh pemuka adat atau ada yang menyebutnya sebagai kaum yang biasanya laki - laki. Dalam kenduren ini di sajikan tumpeng yang lengkap dengan lauk pauk dan sesajen biasanya berupa bunga, dupa dan kemenyan dll. Tumpeng dan lauk pauk ini nanti setelah berdoa akan di bagian kepada yang hadir, serta saat pulang akan di bawakan buah tangan atau di sebut berkat. Dalam berkat ini berisi sembako atau tergantung oleh tuan rumah. Tujuan dari diadakannya kenduren ini bermacam - macam, yang salah satunya adalah berdoa memohon kepada Yang Maha Kuasa untuk hajat yang akan dilakukan berjalan lancar dan sukses. Keduren sediri ada bermacam - macam jenisnya.
Berkatan Kenduren
Ada kenduren untuk kelahiran, pernikahan, kematian dan masih banyak lainnya. Untuk kenduren kematian di bagi menjadi beberapa bagian yaitu :
Nelung Ndina atau tiga hari setelah kematian, pitung ndina atau tujuh hari setelah kematian, Matang puluh atau empat puluh hari, Nyatus atau seratus hari setelah kematian ini di bagi menjadi : mendhak pisan atau setahun pertama. mendhak pindo atau tahun kedua,  nyewu atau mendhak ketelu atau seribu hari setelah meninggal dan yang terakhir adalah khol atau qol yang biasanya di peringati setiap tahun. Dalam upacara adat juga memerlukan uborampe atau sesaji. berikut sesaji yang terdapat dalam kenduren dan maknanya.

Sesajen Kenduren
Lambang-lambang dan Makna yang Terkandung dalam Upacara
Sega Golong melambangkan kebulatan tekad yang manunggal atau istilah Jawanya “tekad kang gumolong dadi sawiji”. Dalam hal kematian, baik yang mati maupun keluarga yang ditinggalkannya sama-sama mempunyai tujuan yaitu surga.
Sega Asahan atau Ambengan melambangkan suatu maksud agar arwah si mati maupun keluarga yang masih hidup kelak akan berada pada “pembenganing Pangeran”, artinya selalu mendapatkan ampun atas segala dosa-dosanya dan diterima di sisiNya.
Tumpeng / Nasi Gunungan melambangkan suatu cita-cita atau tujuan yang mulia (gegayuhan kang luhur), seperti gunung yang mempunyai sifat besar dan puncaknya menjulang tinggi. Di samping itu didasari pula kepercayaan masyarakat bahwa di tempat yang tinggi itulah Tuhan Yang Maha Kuasa berada, roh manusiapun kelak akan ke sana.
Tumpeng Pungkur melambangkan perpisahan antara si mati dengan yang masih hidup, karena arwah si mati akan berada di alam yang lain sedangkan yang hidup masih berada di alam dunia yang ramai ini.
Sega wuduk dan lauk pauk segar/bumbu lembaran maksudnya untuk menjamu roh para leluhur.
Ingkung Ayam melambangkan kelakuan pasrah atau menyerah kepada kekuasaan Tuhan. Istilah ingkung atau diingkung mempunyai makna “dibanda” atau dibelenggu.
Kembang Rasulan atau Kembang Telon melambangkan keharuman doa yang dilontarkan dari hati yang tulus ikhlas lahir batin. Di samping itu bau harus mempunyai makna kemuliaan.
Bubur Merah dan Bubur Putih melambangkan keberanian dan kesucian. Di sampingitu bubur merah untuk memule atau tanda bakti kepada roh dari bapak atau roh laki-laki dan bubur putih sebagai tanda bakti kepada roh dari ibu atau roh perempuan. Secara komplitnya adalah sebagai tanda bakti kepada bapa angkasa ibu pertiwi atau penguasa langit dan bumi, semuadibekteni dengan harapan akan memberikan berkah, baik kepada si mati maupun kepada yang masih hidup.
Tukon Pasar untuk menghormati “dinten pitu pekenan gangsal” atau hari dan pasaran dengan harapan segala perbuatan dan perjalanan roh si mati maupun yang masih hidup ke semua arah penjuru mata angin akan selalu mendapatkan selamat tanpa halangan suatu apa, Disamping itu semoga mendapatkan berkah-Nya hari di mana hari itu diadakan selamatan, misalnya malam Kamis pon, Rabu Wage dan lain sebagainya.
Wajib yang berupa uang dalam amplop melambangkan suatu niat ucapan terima kasih kepada kaum atau pemimpin kenduren yang telah “ngujubake” menjabarakan tujuan selamatan itu, dan terima kasih pula kepada semua fihak yang ditujunya, semoga semuanya itu terkabul.
Sega Punar atau Nasi Kuning melambangkan kemulian, sebab warna atau cahaya kuning melambangkan sifat kemuliaan. Juga dimaksudkan sebagai jamuan mulia kepada yang dipujinya.
Apem melambangkan payung dan tameng, dan dimaksudkan agar perjalanan roh si mati maupun yang masih hidup selalu dapat menghadapi tantangannya dan segala gangguannya berkat perlindungan dari yang maha kuasa dan para leluhurnya.
Ketan adalah salah satu makanan  dari beras yang mempunyai sifat”pliket’ atau lekat. Dari kata pliket atau ketan, ke-raket melambangkan suatu keadaan atau tujuan yang tidak luntur atau layu, artinya tidak kenal putus asa.
Kolak adalah melambangkan suatu hidangan minuman segar atau untuk “seger-seger” sebagai pelepas dahaga. Disamping itu juga melambangkan suatu keadaan atau tujuan yang tidak luntur atau layu, artinya tidak kenal putus asa.
Kambing, Merpati dan Itik melambangkan suatu kendaraan yang akan dikendarai oleh roh si mati.
Sajen atau Sesajian atau Uba Rampe lain  seperti tikar, benang lawe, jodog, sentir, clupak, minyak klentik, sisir, minyak wangi, cermin, kapas, pisang, beras, gula, kelapa, jarum dan lain sebagainya yang mana hal ini biasanya pada selamatan seribu hari adalah sebagai lambang dari segala perlengkapan hidup manusia sehari-hari, dan semua itu dimaksudkan sebagai bekal roh si mati dalam menjalani kehidupan di alam baka.

Lambang Atau Makna Dari Uba Rampe
Benang Lawe adalah benang putih sebagai lambang tali suci sebagai pengikat atau tali hubugan antara keluarga yang ditinggalkan dengan yang sudah pergi jauh itu.
Jodog dan Sentir adalah lambang penerang, maksudnya agar roh si mati tadi selalu mendapatkan terang.
Clupak berisi minyak dan sumbu melambangkan obor di perjalanan dan semangan yang tinggi.
Minyak klentik 1 botol sebagai lambang bekal cadangan jika sewaktu-waktu kehabisan atau lampunya mati. Sebab kebiasaan orang Jawa jaman dulu menggunakan minyak lampu bukan dari minyak tanah seperti sekarang, melainkan denga minyak kelapa atau minyak klentik.
Sisir, Minyak Wangi dan Cermin melambangkan sebagai perlengkapanmake up atau untuk “dandan’/menghiasi diri, agar rapi dan wangi, jika perempuan ibarat seperti bidadari, jika laki-laki ibarat sepeti satriya yang tampan.
Kapas yang biasa sebagai alas atau isi bantal melambangkan bantal suci.
Pisang Raja sebagai lambang persembahan kepada yang maha kuasa di samping itu juga sebagai buah segar.
Beras, Gula Kelapa melambangkan makanan beserta lauk dan bumbunya, sebagai bekal hidup di alam kelanggengan.
Jarum dan Perlengkapannya sebagai lambang alat pembuat pakaian, maksudnya sebagai bekal untuk membuat pakaian jika sewaktu pakaiannya rusak.
logoblog

0 komentar:

Post a Comment