Tuesday 10 October 2017

Makna Uborampe Dalam Sesajen Kenduri

Lambang-lambang dan makna dalam sesajen upacara kenduri sangat banyak, berikut beberapa makna dalam sesaji tersebut.

Sega golong 
melambangkan kebulatan tekad yang manunggal atau istilah Jawanya “tekad kang gumolong dadi sawiji”. Dalam hal kematian, baik yang mati maupun keluarga yang ditinggalkannya sama-sama mempunyai tujuan yaitu surga.

Sega asahan atau ambengan 
melambangkan suatu maksud agar arwah si mati maupun keluarga yang masih hidup kelak akan berada pada “pembenganing Pangeran”, artinya selalu mendapatkan ampun atas segala dosa-dosanya dan diterima di sisi - Nya.

Tumpeng atau nasi gunungan 
melambangkan suatu cita-cita atau tujuan yang mulia (gegayuhan kang luhur), seperti gunung yang mempunyai sifat besar dan puncaknya menjulang tinggi. Di samping itu didasari pula kepercayaan masyarakat bahwa di tempat yang tinggi itulah Tuhan Yang Maha Kuasa berada, roh manusiapun kelak akan ke sana.
 
Tumpeng Pungkur 
melambangkan perpisahan antara si mati dengan yang masih hidup, karena arwah si mati akan berada di alam yang lain sedangkan yang hidup masih berada di alam dunia yang ramai ini.

Sega wuduk dan lauk pauk sega atau bumbu lembaran 
maksudnya untuk menjamu roh para leluhur. Ingkung ayam melambangkan kelakuan pasrah atau menyerah kepada kekuasaan Tuhan. Istilah ingkung atau diingkung mempunyai makna “dibanda” atau dibelenggu.

Kembang Rasulan atau Kembang Telon 
melambangkan keharuman doa yang dilontarkan dari hati yang tulus ikhlas lahir batin. Di samping itu bau harus mempunyai makna kemuliaan.

Bubur Merah dan Bubur Putih 
melambangkan keberanian dan kesucian. Di sampingitu bubur merah untuk memule atau tanda bakti kepada roh dari bapak atau roh laki-laki dan bubur putih sebagai tanda bakti kepada roh dari ibu atau roh perempuan. Secara komplitnya adalah sebagai tanda bakti kepada bapa angkasa ibu pertiwi atau penguasa langit dan bumi, semua dibekteni dengan harapan akan memberikan berkah, baik kepada si mati maupun kepada yang masih hidup.

Tukon Pasar 
untuk menghormati “dinten pitu pekenan gangsal” atau hari dan pasaran dengan harapan segala perbuatan dan perjalanan roh si mati maupun yang masih hidup ke semua arah penjuru mata angin akan selalu mendapatkan selamat tanpa halangan. Disamping itu semoga mendapatkan berkah-Nya hari di mana hari itu diadakan selamatan, misalnya malam Kamis pon, Rabu Wage dan lain sebagainya.
 
Wajib 
melambangkan suatu niat ucapan terima kasih kepada kaum yang telah “ngujubake” menjabarakan tujuan selamatan itu, dan terima kasih pula kepada semua fihak yang ditujunya, semoga semuanya itu terkabul. 

Sega punar atau nasi kuning melambangkan kemulian, sebab warna atau cahaya kuning melambangkan sifat kemuliaan. Juga dimaksudkan sebagai jamuan mulia kepada yang dipujinya.
 
Apem 
melambangkan payung dan tameng, dan dimaksudkan agar perjalanan roh si mati maupun yang masih hidup selalu dapat menghadapi tantangannya dan segala gangguannya berkat perlindungan dari yang maha kuasa dan para leluhurnya.

Ketan 
adalah salah satu makanan  dari beras yang mempunyai sifat”pliket’ atau lekat. Dari kata pliket atau ketan, ke-raket melambangkan suatu keadaan atau tujuan yang tidak luntur atau layu, artinya tidak kenal putus asa.

Kolak 
adalah melambangkan suatu hidangan minuman segar atau untuk “seger-seger” sebagai pelepas dahaga. Disamping itu juga melambangkan suatu keadaan atau tujuan yang tidak luntur atau layu, artinya tidak kenal putus asa.
Kambing, merpati dan itik melambangkan suatu kendaraan yang akan dikendarai oleh roh si mati.

Sajian lain  seperti tikar, benang lawe, jodog, sentir, clupak, minyak klentik, sisir, minyak wangi, cermin, kapas, pisang, beras, gula, kelapa, jarum dan lain sebagainya yang mana hal ini biasanya pada selamatan seribu hari adalah sebagai lambang dari segala perlengkapan hidup manusia sehari-hari, dan semua itu dimaksudkan sebagai bekal roh si mati dalam menjalani kehidupan di alam baka. 

Adapun maknanya adalah sebagai berikut :
Benang Lawe 
adalah benag putih sebagai lambang tali suci sebagai pengikat atau tali hubugan antara keluarga yang ditinggalkan dengan yang sudah pergi jauh itu.
 
Jodog dan Sentir 
adalah lambang penerang, maksudnya agar roh si mati tadi selalu mendapatkan terang.

Clupak berisi minyak dan sumbu 
melambangkan obor di perjalanan dan semangan yang tinggi.

Minyak klentik 1 botol 
sebagai lambang bekal cadangan jika sewaktu-waktu kehabisan atau lampunya mati. Sebab kebiasaan orang Jawa jaman dulu menggunakan minyak lampu bukan dari minyak tanah seperti sekarang, melainkan dengan minyak kelapa atau minyak klentik.

Sisir, Minyak Wangi dan cermin 
melambangkan sebagai perlengkapan make up atau untuk “dandan’atau  menghiasi diri, agar rapi dan wangi,
jika perempuan ibarat seperti bidadari, jika laki-laki ibarat sepeti satriya yang tampan.

Kapas yang biasa sebagai alas atau isi bantal melambangkan bantal suci.

Pisang Raja 
sebagai lambang persembahan kepada yang maha kuasa di samping itu juga sebagai buah segar. 

Beras, Gula Kelapa 
melambangkan makanan beserta lauk dan bumbunya, sebagai bekal hidup di alam kelanggengan.
 
Jarum dan perlengkapannya 
sebagai lambang alat pembuat pakaian, maksudnya sebagai bekal untuk membuat pakaian jika sewaktu pakaiannya rusak.

Walaupun terkesan sederhana kenduren masih di lestarikan hingga saat ini. Tradisi ini memiliki nilai positif di masyarakat karena dapat memperkuat nilai - nilai kebersamaan dan mempererat tali persaudaraan.
logoblog

2 comments: