Thursday, 12 October 2017

Jaka Kendil

Karena bentuk tubuhnya yang menyerupai kendil1(guci, periuk) seorang anak dijuluki Joko Kendil oleh penduduk di daerah sekitar ia tinggal. ia sering diejek dan dijauhi teman-temannya karena bentuk tubuhnya. Namun ia tak pernah bersedih akan hal itu. Dia tetap rajin bekerja membantu ibunya. Banyak yang sering memandangnya dengan aneh, tapi ia tetap percaya diri saat mengangkat barang-barang belanjaannya dari pasar.
Suatu hari, di kampung tempat tinggal Joko Kendil, datang sebuah keluarga baru. Keluarga sederhana yang mempunyai seorang anak lelaki kurus dan botak. Karena tak ada sehelai pun rambut tumbuh di kepalanya, ia dinamai si Gundul.
Seperti yang telah terjadi pada Joko Kendil, si Gundul juga sering diejek. Si Gundul sering muram dan sedih karena ejekan teman-temannya. Joko Kendil terharu akan keadaan si Gundul, maka ia pun menghibur si Gundul. “Jangan sedih. Biarkan saja mereka menghina kita. Kita memang punya kekurangan. Tapi yang penting, kita tak menyakiti orang lain,” kata Joko Kendil kepada si Gundul.
Sejak itu Joko Kendil sering bermain layang-layang bersama si Gundul. Si Gundul sangat jago bermain laying-layang. Belum ada anak kampung yang bisa bermain layang-layang sehebat itu. Joko Kendil senang bermain dengannya. Selain itu, si Gundul juga jago memanah, dia mengajarkan Joko Kendil membidikkan anak panahnya ke sasaran yang jauh dengan tepat. Persahabatan mereka makin erat, meskipun anak-anak kampung masih saja suka mengejek mereka.
Pada suatu hari, Joko Kendil mendengar cerita di kampungnya bahwa seorang raja mempunyai tiga orang putri yang cantik. Joko Kendil tertarik untuk melamar putri sang raja. Mendengar Joko Kendil hendak melamar putri raja, orang-orang kampung mencemoohnya karena tak mungkin lamarannya diterima oleh seorang pemuda dengan bentuk tubuh seperti dia.
Hanya si Gundul satu-satunya yang memberi semangat kepada Joko Gendil. “Aku percaya kepadamu, Joko Kendil. Engkau pasti punya alasan kuat untuk melamar putri raja. Kebaikan hatimu, ketulusan dan kejujuranmu jauh lebih berharga. Aku berharap sang putri melihat semua itu dalam dirimu.” Joko kendil terharu mendengarnya. Dipeluknya sahabatnya itu. Sebagai bekal perjalanan, si Gundul memberikan busur kesayangannya kepada Joko Kendil untuk menjaga diri.
Berangkatlah Joko Kendil dan ibunya ke istana. Dan disampaikannya di sana, niatnya untuk mempersunting putri raja. Putri sulung dan putri kedua langsung menolaknya begitu mereka melihat bentuk tubuh Joko Kendil. Namun, sang puti bungsu menerima pinangannya. Menikahlah Joko Kendil dengan putri bungsu sang raja dengan pesta yang sangat meriah.
Tak berapa lama kemudian, di istana diadakan adu ketangkasan memanah dan dimenangkan oleh seorang ksatria tampan. Putri sulung dan putri kedua tertarik kepada ksatria yang tak dikenal itu. Mereka mengejek putri bungsu yang tak mungkin mendapatka sang ksatria tampan tersebut karena telah menikah dengan Joko Kendil. Karena ejekan saudaranya, putri bungsu langsung menangis dan berlari ke kamarnya. Sesampainya di sana, dia menemukan sebuah guci yang kemudian dibanting hingga pecah berkeping-keping. Tak lama kemudian, muncullah ksatria tampan yang tadi memenangkan adu ketangkasan. ia sedang mencari-cari gucinya.
“Siapa engkau? Mengapa engkau bisa berada di sini?”
“Sesungguhnya, akulah suamimu, Putri. Aku Joko Kendil. Kini aku tak bisa berubah menjadi Joko Kendil yang dulu karena gucinya sudah pecah. Jadi, apakah engkau tetap mau menjadi istriku?”
Putri bungsu menangis bahagia. Tak disangka, suaminya adalah seorang ksatria tampan. Mereka berdua segera melaporkan hal ini ke baginda raja yang dengan sukacita segera mengumumkannya ke seluruh kerajaan.
Walaupun telah berubah wujud, Joko Kendil tetap mengingat sahabatnya, si Gundul, yang telah memberinya semangat untuk melamar sang putri. Di jemputlah si Gundul di kampungnya. Awalnya si Gundul menolaknya karena sudah tak mengenal lagi rupanya, namun setelah ditunjukkan busur yang dulu pernah ia berikan kepada Joko Kendil, barulah ia percaya.
“Joko Kendil, aku mau diajak ke istana. Tapi apakah engkau tidak malu dengan keadaanku? Engkau bukanlah Joko Kendil yang dulu lagi, melainkan seorang ksatria tampan. Sedangkan aku tetap saja si Gundul yang kurus, botak, dan buruk rupa.”
“Tentu saja aku tidak malu terhadap keadaanmu. Bukankah engkau tetap sahabatku yang terbaik? Keluhuran budimu jauh lebih bernilai daripada bentuk tubuhmu,” jawab Joko Kendil.
Sejak itu, Joko Kendil dan si Gundul tinggal di istana. Si Gundul diangkat menjadi pelatih ketangkasan memanah prajurit kerajaan. Mereka tetap bersahabat, hidup rukun, saling menghargai dan sang menyayangi satu sama lain.

Dikutip dari :
S. Tary, Retno W, 33 Cerita Rakyat Menakjubkan, Mizan Media Utama, 2009
Pesan Moral :
Setiap manusia pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan. Tak perlu kecil hati akan kekurangan karena setelah kesulitan kita pasti akan diberi jalan kemudahan oleh Tuhan.
1. kendil (bhs Jawa) = guci, periuk, tempat menyimpan nasi dari tanah liat, sekarang masih dapat dilihat pada tempat penjual gudeg asli jogja untuk menyimpan lauknya.
logoblog

Tuesday, 10 October 2017

Makna Uborampe Dalam Sesajen Kenduri

Lambang-lambang dan makna dalam sesajen upacara kenduri sangat banyak, berikut beberapa makna dalam sesaji tersebut.

Sega golong 
melambangkan kebulatan tekad yang manunggal atau istilah Jawanya “tekad kang gumolong dadi sawiji”. Dalam hal kematian, baik yang mati maupun keluarga yang ditinggalkannya sama-sama mempunyai tujuan yaitu surga.

Sega asahan atau ambengan 
melambangkan suatu maksud agar arwah si mati maupun keluarga yang masih hidup kelak akan berada pada “pembenganing Pangeran”, artinya selalu mendapatkan ampun atas segala dosa-dosanya dan diterima di sisi - Nya.

Tumpeng atau nasi gunungan 
melambangkan suatu cita-cita atau tujuan yang mulia (gegayuhan kang luhur), seperti gunung yang mempunyai sifat besar dan puncaknya menjulang tinggi. Di samping itu didasari pula kepercayaan masyarakat bahwa di tempat yang tinggi itulah Tuhan Yang Maha Kuasa berada, roh manusiapun kelak akan ke sana.
 
Tumpeng Pungkur 
melambangkan perpisahan antara si mati dengan yang masih hidup, karena arwah si mati akan berada di alam yang lain sedangkan yang hidup masih berada di alam dunia yang ramai ini.

Sega wuduk dan lauk pauk sega atau bumbu lembaran 
maksudnya untuk menjamu roh para leluhur. Ingkung ayam melambangkan kelakuan pasrah atau menyerah kepada kekuasaan Tuhan. Istilah ingkung atau diingkung mempunyai makna “dibanda” atau dibelenggu.

Kembang Rasulan atau Kembang Telon 
melambangkan keharuman doa yang dilontarkan dari hati yang tulus ikhlas lahir batin. Di samping itu bau harus mempunyai makna kemuliaan.

Bubur Merah dan Bubur Putih 
melambangkan keberanian dan kesucian. Di sampingitu bubur merah untuk memule atau tanda bakti kepada roh dari bapak atau roh laki-laki dan bubur putih sebagai tanda bakti kepada roh dari ibu atau roh perempuan. Secara komplitnya adalah sebagai tanda bakti kepada bapa angkasa ibu pertiwi atau penguasa langit dan bumi, semua dibekteni dengan harapan akan memberikan berkah, baik kepada si mati maupun kepada yang masih hidup.

Tukon Pasar 
untuk menghormati “dinten pitu pekenan gangsal” atau hari dan pasaran dengan harapan segala perbuatan dan perjalanan roh si mati maupun yang masih hidup ke semua arah penjuru mata angin akan selalu mendapatkan selamat tanpa halangan. Disamping itu semoga mendapatkan berkah-Nya hari di mana hari itu diadakan selamatan, misalnya malam Kamis pon, Rabu Wage dan lain sebagainya.
 
Wajib 
melambangkan suatu niat ucapan terima kasih kepada kaum yang telah “ngujubake” menjabarakan tujuan selamatan itu, dan terima kasih pula kepada semua fihak yang ditujunya, semoga semuanya itu terkabul. 

Sega punar atau nasi kuning melambangkan kemulian, sebab warna atau cahaya kuning melambangkan sifat kemuliaan. Juga dimaksudkan sebagai jamuan mulia kepada yang dipujinya.
 
Apem 
melambangkan payung dan tameng, dan dimaksudkan agar perjalanan roh si mati maupun yang masih hidup selalu dapat menghadapi tantangannya dan segala gangguannya berkat perlindungan dari yang maha kuasa dan para leluhurnya.

Ketan 
adalah salah satu makanan  dari beras yang mempunyai sifat”pliket’ atau lekat. Dari kata pliket atau ketan, ke-raket melambangkan suatu keadaan atau tujuan yang tidak luntur atau layu, artinya tidak kenal putus asa.

Kolak 
adalah melambangkan suatu hidangan minuman segar atau untuk “seger-seger” sebagai pelepas dahaga. Disamping itu juga melambangkan suatu keadaan atau tujuan yang tidak luntur atau layu, artinya tidak kenal putus asa.
Kambing, merpati dan itik melambangkan suatu kendaraan yang akan dikendarai oleh roh si mati.

Sajian lain  seperti tikar, benang lawe, jodog, sentir, clupak, minyak klentik, sisir, minyak wangi, cermin, kapas, pisang, beras, gula, kelapa, jarum dan lain sebagainya yang mana hal ini biasanya pada selamatan seribu hari adalah sebagai lambang dari segala perlengkapan hidup manusia sehari-hari, dan semua itu dimaksudkan sebagai bekal roh si mati dalam menjalani kehidupan di alam baka. 

Adapun maknanya adalah sebagai berikut :
Benang Lawe 
adalah benag putih sebagai lambang tali suci sebagai pengikat atau tali hubugan antara keluarga yang ditinggalkan dengan yang sudah pergi jauh itu.
 
Jodog dan Sentir 
adalah lambang penerang, maksudnya agar roh si mati tadi selalu mendapatkan terang.

Clupak berisi minyak dan sumbu 
melambangkan obor di perjalanan dan semangan yang tinggi.

Minyak klentik 1 botol 
sebagai lambang bekal cadangan jika sewaktu-waktu kehabisan atau lampunya mati. Sebab kebiasaan orang Jawa jaman dulu menggunakan minyak lampu bukan dari minyak tanah seperti sekarang, melainkan dengan minyak kelapa atau minyak klentik.

Sisir, Minyak Wangi dan cermin 
melambangkan sebagai perlengkapan make up atau untuk “dandan’atau  menghiasi diri, agar rapi dan wangi,
jika perempuan ibarat seperti bidadari, jika laki-laki ibarat sepeti satriya yang tampan.

Kapas yang biasa sebagai alas atau isi bantal melambangkan bantal suci.

Pisang Raja 
sebagai lambang persembahan kepada yang maha kuasa di samping itu juga sebagai buah segar. 

Beras, Gula Kelapa 
melambangkan makanan beserta lauk dan bumbunya, sebagai bekal hidup di alam kelanggengan.
 
Jarum dan perlengkapannya 
sebagai lambang alat pembuat pakaian, maksudnya sebagai bekal untuk membuat pakaian jika sewaktu pakaiannya rusak.

Walaupun terkesan sederhana kenduren masih di lestarikan hingga saat ini. Tradisi ini memiliki nilai positif di masyarakat karena dapat memperkuat nilai - nilai kebersamaan dan mempererat tali persaudaraan.
logoblog

Makna Kenduri atau Kenduren

Masih Ingatkah dengan Kenduren atau Kenduri..??
Dalam adat masyarakat jawa banyak upacara adat yang dilakukan, namun upacara adat ini sekarang banyak yang tergilas jaman. Didaerah perkotaan mungkin saat ini sudah tidak dikenal lagi. Tetapi pada masyarakat pedesaan upacara kenduri atau kenduren ini sampai saat ini masih banyak di lakukan. 

Sebenarnya ucpacara adat ini bertujuan untuk bersyukur kepada yang Maha Kuasa atas nikmat yang telah di berikan - Nya dan juga untuk memohon keselamatan dan kesuksesan hajat yang akan mereka laksanakan. Salah satu upacara adat tersebut adalah kenduri atau kenduren. Kenduren ini dihadiri oleh para keluarga dan tetangga, yang dipimpin oleh pemuka adat atau ada yang menyebutnya sebagai "kaum" yang biasanya laki - laki. Dalam kenduren ini di sajikan tumpeng yang lengkap dengan lauk pauk dan sesajen biasanya berupa bunga, dupa dan kemenyan. Tumpeng dan lauk pauk ini nanti setelah berdoa akan di bagian kepada yang hadir, serta saat pulang akan di bawakan sebagai buah tangan atau di sebut berkat. dalam berkat ini berisi sembako atau tergantung oleh kemampuan tuan rumah. 

Tujuan dari diadakannya kenduren ini bermacam - macam, yang salah satunya adala berdoa memohon kepada Yang Maha Kuasa untuk hajat yang akan dilakukan. Keduren sendiri ada bermacam - macam jenisnya. Ada kenduren untuk kelahiran, pernikahan, kematian dan masih banyak lainnya. Untuk kenduren kematian di bagi menjadi beberapa bagian yaitu :
Nelung Ndina atau tiga hari setelah kematian, pitung ndina atau tujuh hari setelah kematian, Matang puluh atau empat puluh hari, Nyatus atau seratus hari setelah kematian. Pada Nyatus atau seratus hari setelah kemaian inipun masih di bagi lagi menjadi : mendhak pisan atau setahun pertama. mendhak pindo atau tahun kedua,  nyewu atau mendhak ketelu atau seribu hari setelah meninggal dan yang terakhir adalah khol atau qol ysng biasanya di pringati setiap tahun. Dalam upacara adat juga memerlukan uborampe atau sesaji. 

Untuk sesaji ini banyak ragamnya dan sarat akan makna. Hal ini akan kita sampai pada artikel berikutnya.
logoblog

Thursday, 5 October 2017

Benteng - Bentengan

Benteng - bentengan ini merupakan permainan tradisional yang ada di berbagai daerah di nusantara. Nama lain dari benteng - bentengan ini adalah pris - prisan dan masih banyak penyebutan lainnya di tiap daerah. Permainan ini memerlukan pemain antara 8 sampai 10 orang. Dalam permainan bentengan - bentengan ini pemain di bagi menjadi dua kelompok. Setelah di bagi menjadi dua kelompok maka setiap kelompok harus memiliki benteng yang harus mereka pertahan kan. Benteng ini dapat berupa kayu atau pohon. Nah benteng ini yang harus di pertahankan, setiap kelompok untuk mempertahankan benteng biasanya membagi kelompok mereka menjadi beberapa tugas, yaitu sebagai penyerang, bertahan dan pengalih perhatian.
Untuk memenangkan permainan ini harus bisa menyentuh benteng lawan atau menahan lawan sebanyak mungkin.Kelompok yang bisa menyentuh benteng lawan atau menawan lawan yang paling banyak inilah yang akan menjadi pemenangnya.
Nah gampang kan permainan ini, dan  pastinya akan menyenangkan.
Nih videonya :


logoblog